penetasan telur ikan
Penetasan Telur Ikan
Penetasan
telur pada ikan budi daya dapat dilakukan dengan berbagai wadah. Wadah
penetasan telur ikan dapat digunakan antara lain akuarium, kolam, bak,
atau fiber glass. Wadah yang di gunakan harus bersih. Sebelum penetasan
telur, air wadah penetasan di sanitasi menggunakan methalyne blue (MB).
Jika penetasan telur dilakukan di kolam harus menggunakan hapa. Hapa
yang digunakan dengan mata jaring 1 mm atau lebih kecil dari butiran
telur. Air pada wadah penetasan harus mengalir terus-menerus. Salah satu
sumber oksigen terlarut di dalam wadah penetasan berasal dari difusi
air langsung dengan udara. Kadar oksigen terlarut di dalam wadah adalah
6–8 ppm.
Pada ikan lele biasanya telurnya dilekatkan pada substrat. Telur
yang telah menempel pada kakaban dapat ditetaskan dalam wadah budi daya
disesuaikan dengan sistem budi daya yang akan diaplikasikan. Selama
penetasan telur, air dialirkan terusmenerus. Seluruh telur yang akan
ditetaskan harus terendam air, kakaban yang penuh dengan telur diletakan
terbalik sehingga telur menghadap ke dasar bak. Dengan demikian telur
akan terendam air seluruhnya. Telur yang telah dibuahi berwarna kuning
cerah kecokelatan, sedangkan telur yang tidak dibuahi berwarna putih
pucat. Di dalam proses penetasan telur diperlukan suplai oksigen yang
cukup. Untuk memenuhi kebutuhan akan oksigen terlarut dalam air, setiap
bak penetasan dpasang aerasi. Telur akan menetas tergantung dari suhu
air wadah penetasan dan suhu udara. Jika suhu semakin panas, telur akan
menetas semakin cepat. Begitu juga sebaliknya, jika suhu rendah,
menetasnya semakin lama. Morula Awal Blastula Akhir Blastula Dimulainya
epiboly 30% epiboly Germinal disk 60% epiboly 90% epiboly 1–10 somite
80–100% menetas.
Telur ikan lele akan menetas berkisar antara 24–57 jam dari
pembuahan. Selama penetasan telur harus selalu dicek, telur yang sehat
berwarna hijau kecoklatan, bila ada telur yang berwarna putih harus
segera dibuang untuk menghindari berkembangnya jamur. Perkembangan
stadia embrio pada
ikan lele telah diamati oleh Volkaert et al (1994) yang melakukan pengamatan pada suhu penetasan telur yang optimal adalah 28° C (Tabel 4.7). Telur
ikan lele (African catfish) akan menetas setelah 24 jam dengan derajat penetasan 80–100%.
Waktu (jam)
|
Stadia embrionik
|
0 : 45
|
2 sel
|
1 : 00
|
4 sel
|
1 : 15
|
16 sel
|
1 : 30
|
32 sel
|
1 : 45
|
64 sel
|
2 : 00
|
128 sel
|
2 : 15
|
Morula
|
2 : 30
|
Awal blastula akhir
|
2 : 45
|
Blastula
|
4 : 15
|
Dimulainya epiboly
|
4 : 45
|
30 % epiboly
|
5 : 15
|
Germinal disk
|
7 : 00
|
60 % epiboly
|
8 : 15
|
90 % epiboly
|
12 : 00
|
1–10 somite
|
24 : 00
|
80–100% menetas
|
Pada ikan nila penetasan telur dapat dilakukan dengan dua metode yaitu
penetasan dengan menggunakan corong penetasan dan metode konvensional.
Pada metode konvensional dari induk ikan nila yang mempunyai bobot
250–300 gr dapat menghasilkan 300–800 butir telur. Telur ikan nila akan
menetas setelah 4–6 hari. Telur yang telah menetas tidak langsung
dilepaskan induknya melainkan tetap di mulutnya. Induk betina melepas
larva jika sudah dapat berenang. Pada tahap awal larva dilepaskan, induk
betina masih menjaganya. Di alam, induk betina ikan nila mulai
melepaskan larva dari mulutnya pada umur 4–5 hari. Pada umur tersebut
induk betina masih menjaga larva-larva tersebut. Jika keadaan lingkungan
larva kurang aman, induk ikan menghisap kembali larvanya. Kuning telur
larva akan habis setelah berumur 5–7 hari. Setelah kuning telur habis,
larva akan mencari makanan disekitarnya. Biasanya induk betina
menjaganya dengan mengikuti kelompok larva tersebut berenang. Jika ada
ikan lain yang mendekati kelompok larva atau keadaan perairan kurang
aman maka induk tersebut masukkan kembali larva-larva tersebut ke dalam
mulutnya. Selanjutnya larva dilepaskan kembali pada perairan yang
relatif aman dari gangguan ikan lainnya. Secara keseluruhan proses ini
memerlukan waktu kurang lebih 18 hari.
Sedangkan penetasan telur ikan nila secara intensif dilakukan pada
corong tetas, yang merupakan modifikasi penetasan telur secara alami.
Modifikasi tersebut terlihat pada kondisi lingkungan, suplai air untuk
gerakan telur, oksigen terlarut, dan sebagainya. Air yang dialirkan ke
corong penetasan selain agar telur-telur tetap bergerak juga untuk
mempertahankan kualitas air tetap baik. Corong tetas yang digunakan
berbentuk kerucut terbuat dari bahan fibre glass, atau bahan lain. Pada
corong tetas terdapat pipa pemasukan dan pengeluaran air. Pipa pemasukan
terletak di dasar corong tetas sedangkan pipa pengeluaran terletak di
bagian atas corong tetas. Corong yang berukuran tinggi 45 cm, diameter
atas 30 cm, diameter bawah 15 cm dapat menetaskan telur sebanyak ±
15.000 butir telur/corong.
Corong tetas sebelum digunakan terlebih dahulu dibersihkan dari endapan
kotoran, sisa telur, dan lumut kemudian dikeringkan. Setelah itu
direndam pada larutan malachyte green atau methalyn blue 10 ppm selama
15–30 menit.
Selama kegiatan penetasan telur air terus-menerus dialirkan ke corong
penetasan. Agar penggunaan air lebih efisien, sebaiknya memakai sistem
resirkulasi air. Dengan sistem ini air yang telah digunakan akan melalui
saringan terlebih dahulu baik secara fisis, biologis mapun khemis
sebelum digunakan selanjutnya ke corong tetas. Dengan menggunakan
saringan tersebut, sistem resirkulasi air dapat digunakan selama lebih
dari 6 bulan, selain lebih efisien, juga mudah dalam pengontrolan
parameter kualitas air yang sesuai dengan kebutuhan telur dan larva. Bak
penampungan air dan saringan yang digunakan secara berkala kira- kira 6
bulan sekali dibersihkan. Hal ini untuk menghindari penyumbatan aliran
air oleh kotoran.
Tujuan penetasan telur menggunakan corong tetas adalah untuk
meningkatkan daya tetas telur. Tahap awal perkembangan telur, telur
sangat rentan terhadap gangguan khususnya gangguan secara mekanik.
Gangguan secara mekanik umumnya terjadi pada saat membersihkan telur
dari kotoran, memasukkan telur ke corong penetasan dan gerakan telur
akibat debit air yang terlalu besar. Oleh sebab itu, penanganan telur
harus dilakukan secara hati-hati. Debit air yang terlalu besar dapat
menyebabkan telur membentur dinding atau telur lainnya dengan keras
sehingga dapat mengakibatkan kematian. Pada saat panen, sering terdapat
perbedaan umur larva. Perbedaan ini karena pemijahan induk tidak
serentak sehingga perkembangan embrio telur setiap induk pada kolam
pemijahan yang sama sering berbeda. Demikian juga ukuran telur setiap
induk berbedabeda. Sebelum dimasukkan ke corong penetasan, telur yang
berbeda baik masa inkubasi maupun ukuran telur harus dipisahkan terlebih
dahulu. Pemisahan telur bertujuan untuk memudahkan pemanenan larva.
Pemisahan atau pemilihan telur dapat dilakukan pada saat telur diambil
dari mulut induk dan pada saat telur ditampung. Umumnya telur pada satu
induk seragam baik masa inkubasi maupun ukuran. Oleh sebab itu,
pemisahan telur lebih baik dan lebih cepat dilakukan dilakukan pada saat
telur diambil dari mulut induk. Setiap telur yang diambil dari mulut
induk ditampung dalam satu wadah. Sedangkan telur dari induk lain yang
berbeda masa inkubasi dan ukuran telurnya ditampung pada wadah yang
lain. Selanjutnya setelah dibersihkan, telur yang sama masa inkubasi dan
ukuran dari induk yang lain di tetaskan pada corong tetas yang sama.
Sedangkan telur yang lain ditetaskan pada corong tetas yang berbeda.
Jika pemisahan telur pada wadah penampungan dimana seluruh telur
ditampung dalam satu wadah kemudian dilakukan pemisahan akan lebih rumit
dan lama sehingga dapat mengakibatkan telur mati. Kematian telur
tersebut dapat karena telur tidak bergerak, benturan, dan sinar matahari
langsung. Masa inkubasi telur ikan nila berhubungan dengan warna telur.
Telur yang baru dibuahi memiliki warna kuning muda. Sedangkan telur
yang akan menetas berwarna kuning kecokelatan. Telur yang berwarna putih
susu adalah telur mati.
Telur hasil seleksi dibersihkan dan dipisahkan, dimasukkan ke dalam
corong tetas. Air terus-menerus dialirkan ke dalam corong tetas. Besar
kecilnya debit air yang masuk ke dalam corong tetas diatur menggunakan
kran. Debit air untuk penetasan telur ikan sebesar 0,8 liter perdetik.
Debit air yang terlalu besar dapat mengakibatkan kematian telur karena
tekanan air sehingga telur dapat terbentur ke dinding corong tetas atau
terbawa air keluar corong tetas. Sebaliknya debit air yang terlalu kecil
dapat mengakibatkan telur tidak bergerak dan kekurangan oksigen. Telur
yang tidak bergerak dan kekurang oksigen akan mati. Oleh sebab itu,
kegiatan sehari-hari pada saat penetasan telur adalah mengontrol debit
air dan membersihkan corong tetas. Corong tetas dapat dibersihkan dengan
menyipon kotoran atau telur yang mati. Pada saat pengontrolan debit air
di dalam corong tetas harus selalu stabil sehingga tidak mengganggu
gerakan telur.
Air yang masuk pada corong tetas memiliki tekanan yang merata di seluruh
bagian corong tetas agar telur yang ada semua bergerak. Jika tekanan
aliran air hanya terdapat pada beberapa bagian corong tetas saja
mengakibatkan terdapat titik mati tekanan air. Telur yang terdapat pada
tekanan titik mati tersebut tidak bergerak dan mati.
Telur ditetaskan pada corong tetas selama 5–7 hari. Selama penetasan
telur, air terus-menerus dialirkan. Hari ke dua penetasan telur akan
terlihat telur yang mati dan hidup. Telur yang mati segera dibuang
karena akan mempengaruhi kualitas air. Sumantadinata (1983) mengatakan
faktor-faktor yang mempengaruhi daya tetas telur adalah:
1. Kualitas telur. Kualitas telur dipengaruhi oleh kualitas pakan yang
diberikan pada induk dan tingkat kematangan telur. telur ikan nila ini
pada hari ke 9.
2. Lingkungan yaitu kualitas air terdiri dari suhu, oksigen, karbon dioksida, dan amonia.
3. Gerakan air yang terlalu kuat yang menyebabkan terjadinya benturan
yang keras di antara telur atau benda lainnya sehingga mengakibatkan
telur pecah.
Blaxter dalam Sumantadinata (1983), penetasan telur dapat disebabkan
oleh gerakan telur, peningkatan suhu, intensitas cahaya, atau
pengurangan tekanan oksigen. Dalam penekanan mortalitas telur, yang
banyak berperan adalah faktor kualitas air dan kualitas telur selain
penanganan secara intensif.
Oleh karena itu, induk betina hanya dapat memijah perlu waktu lama. Akan
tetapi pada pemijahan secara intensif, induk ikan nila betina dapat
dipijahkan setiap 2–4 minggu. Hal ini dapat dijelaskan secara fisiologis
ikan sebagai berikut. Pada pemijahan alami, selama proses pengeraman
telur dan pemeliharaan larva, induk betina akan terhambat perkembangan
gonadnya. Sedangkan pada pemijahan intensif proses tersebut dilakukan
secara buatan (corong tetas). Dengan demikian induk betina dapat bebas
dari tugas tersebut dan segera menyiapkan kembali untuk pemijahan
berikutnya dalam waktu yang relatif cepat.
Pada ikan nila yang telurnya akan ditetaskan pada corong penetasan harus
dilakukan pemanenan telur. Pemanenan dilakukan dengan cara mengambil
telur dari mulut induk betina ikan nila. Sebelum pemanenan terlebih
dahulu permukaan air kolam diturunkan sampai ketinggian 10–20 cm. Jika
pemijahan dilakukan di hapa (waring), maka caranya adalah dengan menarik
salah satu ujung hapa ke salah satu sudut hapa, dengan hati-hati untuk
menghindari induk mengeluarkan telur. Karena induk ikan nila jika merasa
dalam bahaya atau terdesak akan mengeluarkan telur di sembarang tempat.
Hal ini akan menyulitkan dalam mengumpulkan telur ikan nila.
Pengambilan telur ikan nila dilakukan dengan menangkap induk
satupersatu. Penangkapan induk dilakukan menggunakan seser kasar dan
seser halus. Kedua seser ini digunakan pada saat bersamaan. Seser kasar
berfungsi untuk menangkap induk sedangkan seser halus berfungsi untuk
menampung telur ikan. Seser kasar terletak di bagian atas dan seser
halus terletak di bagian bawah. Pada saat menangkap induk dilakukan
dengan hati-hati agar telur tidak dikeluarkan.
Cara mengambil telur dari induk betina yaitu dengan memegang bagian
kepala ikan. Pada saat bersamaan salah satu jari tangan membuka mulut
dan tutup insang. Selanjutnya tutup insang disiram air sehingga telur
keluar melalui rongga mulut. Selanjutnya telurtelur tersebut ditampung
dalam wadah. Hal yang perlu diperhatikan adalah menghindari gerakan
induk sekecil mungkin agar telur yang telah keluar tidak berserakan.
Induk yang telah diambil telurnya dan yang belum memijah dikembalikan ke
kolam pemeliharaan induk.
Telur pada wadah penampungan jangan terkena sinar matahari langsung dan
diupayakan telur selalu bergerak. Telur yang terlalu lama diam serta
kena sinar matahari langsung dapat menimbulkan kematian. Selanjutnya
sebelum dimasukkan ke corong tetas, telur terlebih dahulu dibersihkan
dari kotoran berupa lumpur, lumut, sisa pakan, dan sebagainya. Telur
yang telah bersih dari kotoran dapat dimasukkan ke dalam corong
penetasan.
Komentar
Posting Komentar